RMK NEWS | Pangandaran – Sepinya terminal Pangandaran berimbas kepada para pedagang asongan yang biasa berjualan saat para penumpang bus menunggu keberangkatan.
Namun karena sepinya terminal, banyak para pedagang asongan yang berhenti berjualan. Tetapi di sudut terminal seorang ibu paruh baya tetap tegar berjualan meski terminal Pangandaran terlihat sepi.
Pedagang itu bernama Ibu Imah (63) warga Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran. Imah salah satu pedagang asongan di terminal Pangandaran sejak tahun 2000 an atau sudah berjualan selama 24 tahun.
“Kalau dagang sudah lama sejak tahun 2000-an di terminal ini. Dulu mah jualan ubi sama pisang rebus buat layanin penumpang yang belum sarapan pagi,” kata Imah saat berbincang dengan detikJabar, Kamis (3/7/2023).
Ia mengatakan aktivitas terminal Pangandaran dari sejak pukul 05.00 WIB pagi sudah ramai yang ke pasar atau aktivitas ke daerah lain.
“Dulu mah kan paling ramai itu mobil jurusan Pangandaran-Tasik,” ucapnya.
Imah mengingat kembali suasana keramaian terminal Pangandaran di awal tahun 2000-an ketika dagangannya laku keras sampai pukul 08.00 WIB.
“Wah dulu ibu jualan gorengan sama lontong itu sampai jam 08.00 WIB sudah habis, paling diterusin dagang kopi sama rokok buat para supir atau petugas terminal,” katanya.
Dalam sehari berjualan, kata Imah, tahun itu sehari bisa Rp 150 ribu, tapi dulu harga masih murah-murah. “Jualan gorengan masih Rp 500 satuannya sama kalau siang jualan rujak Rp 2.000 aja,” ucapnya.
Menurutnya ramainya terminal tahun 2000an membuat banyak para pedagang asongan baru dan semuanya laku. “Dulu mah ada 6 pedagang asongan yang sama kaya ibu, tapi sekarang mah pada pensiun ada yang sudah meninggal juga,” katanya.
Selama berjualan di terminal Pangandaran, Imah bisa sekolahkan ke 5 anaknya hingga jenjang SMA dan menikahkan kedua anaknya.
“Dari dagang di sini ibu sanggup sekolahkan lima anak ibu, 2 perempuan dan 3 laki-laki. Alhamdulillah sampai SMA juga yang penting mereka sudah bisa kerja,” ucapnya.
Untuk membantu menambah penghasilan, Imah mengaku terbantu oleh suaminya sebagai kuli bangunan. “Kalau suami kan kerja kuli. Kalau lagi sepi terbantu dari penghasilan suami,” katanya.
Kendati demikian, kata Imah, dua anak perempuannya saat ini sudah menikah dan biayanya dari hasil tabungan dagang.
Imah kembali mengingat lagi saat bus dari Cijulang ke terminal Pangandaran tiba, sudah dipenuhi penumpang. “Ibu masuk ke bus nawar-nawarin gorengan. Ada aja yang beli,” ucapnya.
Aktivitas ramainya muatan itu kini hanya menjadi kenangan bagi Imah, saat ini jualan gorengan tak selaku dulu.
“Kalau sekarang harga-harga naik, minyak dan bahan lainnya. Sekarang cuman jualan kopi rokok sama cemilan aja,” katanya.
Ia mengatakan saat ini sudah dapat Rp 30 ribu atau Rp 50 ribu sehari saja sudah sangat bersyukur. “Gimana lagi meski buat makan memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.
sumber: detikjabar