RMK NEWS | Sejumlah langkah dilakukan Pemerintah Kota Bandung menyusul pembatasan pengiriman sampah ke Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat (KBB) oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Selain memperbanyak kawasan bebas sampah (KBS), Pemkot Bandung juga berencana membangun sejumlah tempat pembuangan sampah terpadu (TPST).
“Ini untuk mengantisipasi sisa sampah yang tidak tertampung di TPA Sarimukti,” ujar Plh Wali Kota Bandung, Ema Sumarna di sela kunjungannya di Pasar Sadangserang, Kota Bandung, Senin (7/8/2023).
Berbagai upaya, kata Ema, uja mereka lakukan untuk memastikan bertambahnya KBS.
“Setiap bulan saya evaluasi bersama kepala DLHK. Terus mendorong masing-masing kecamatan untuk berlomba menghadirkan dan memperbanyak KBS,” ujarnya.
Ema mengatakan, bila jumlah KBS bertambah signifikan, maka secara otomatis ritase ke Sarimukti bakal berkurang.
Namun, bila melihat kondisi sekarang ditambah adanya pengurangan ritase sampah untuk Kota Bandung membutuhkan upaya lebih keras.
KBS belum siap, dan masyarakat masih terus berproses dalam memilah sampah. Lalu, Sarimukti dikurangi. Itu tak mudah. Kami terus berkoordinasi dengan Pemprov Jabar walau kami pun paham Sarimukti tak bisa untuk selamanya,” ucap Ema.
Jika TPA Sarimukti tak dikelola secara maksimal, kata Ema, TPA Sarimukti akan menjadi bom waktu karena sistem pengolahan sampahnya yang masih konvensional.
Di Sarimukti, pengolahan sampah masih dilakukan dengan sistem open dumping dalam arti sampah hanya ditumpuk begitu saja dan dibiarkan memadat dengan sendirinya.
“Bila di bawah sudah tak kuat, ada aspek gas. Saya berpikir bisa menimbulkan persoalan. Jadi, sambil menunggu proses pemprov untuk kesiapan TPA yang ada di Legok Nangka, kami akan perbanyak KBS,” katanya.
Pada Juli 2023, tercatat sudah ada 221 KBS di Kota Bandung atau sekitar 13,3 persen dari total seluruh RW sudah masuk KBS.
Kepala DLHK Kota Bandung, Dudy Prayudi, menambahkan saat ini jumlah sampah di Bandung yang dibawa ke TPA Sarimukti sebanyak 1.300 ton. Namun, dengan adanya pembatasan, Kota Bandung hanya bisa mengirim 868 ton.
Dalam keadaan normal, ritase yang tercatat di pengelolaan sampah tingkat regional (PSTR) sebanyak 259 rit.
“Mulai akhir Agustus selama lima bulan kami wajib kurangi 10 rit sambil kami berproses mengurangi sampah di daerah kota,” katanya.
Terkait solusi lainnya, yakni penambahan TPST, kata Dudy, tahun ini sudah ada tiga TPST yang bakal dibangun Kementerian PU, yaitu di Nyengseret, Taman Tegallega, dan eks TPA Cicabe.
“Sistemnya menggunakan teknologi refuse derived fuel. Nah, hasil RDF ini merupakan bahan bakar pengganti batu bara yang akan dikirim ke pabrik tekstil dan semen,” katanya.
Selama 10 bulan sebelum dibiayai Pemkot Bandung, lanjut Dudy, biaya operasional TPST ini akan didanai Kementerian PU. Jika beroperasi, ketiga TPST itu minimal bisa mengurangi 100 ton sampah.
Selain ketiga TPST ini, Pemkot Bandung juga berencana menambah TPST versi Banyumas di 10 lokasi.
“Tapi, menunggu hasil putusan legislatif. Semoga nanti bisa segera disetujui dewan. Sehingga di tahun ini akan banyak TPST yang ada di Kota Bandung,” ujarnya. “Jadi, dua upaya itu yang akan terus kami lakukan, yakni pengurangan dari sumber sampah RT dan RW agar tercipta KBS, serta membangun TPST di beberapa titik,” tambah Dudy.
Di Banyumas, TPST dibangun di atas lahan kas desa dengan kapasitas pengolahan sampah masuk 16 meter kubik per hari dan sampah residu 1,56 meter kubik per hari.
Pada setiap TPST di Kabupaten Banyumas terdapat hanggar, bangunan kantor, ruang maggot, biopond maggot, dan mesin conveyor.
Di sana juga terdapat mesin pencacah sampah organik, mesin pres plastik, mesin pemilah sampah, motor roda tiga, dump truck, dan sarana pengolahan sampah.
Pengelolaannya dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat, sehingga diharapkan keberadaan TPST tidak hanya mengurangi kuantitas sampah dari sumbernya, tetapi juga memberikan pembelajaran kepada masyarakat dalam pengelolaan sampah serta penyerapan tenaga kerja.
Sanksi KLHK
Pembuangan ke TPA Sarimukti dibatasi menyusul sanksi yang dijatuhkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada Pemprov Jabar.
Pemprov Jabar dijatuhi sanksi setelah air lindi dari TPS Sarimukti yang mereka kelola terbukti mencemari aliran Sungai Ciganas, Cipanawuan, Cipicung, dan Cimeta yang bermuara ke Sungai Citarum. Selain berwarna hitam kecokelatan, air lindi juga berbusa dan bau.
Tak hanya Kota Bandung, pembatasan pembuangan sampah ke TPA Sarimukti juga diberlakukan Pemprov Jabar kepada KBB.
Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup (DLH) KBB, Dian Kusmayadi, mengatakan pembatasan itu membuat pihaknya khawatir terjadi penumpukan sampah di wilayah perkotaan seperti Kecamatan Padalarang dan Lembang.
“Setelah kita negosiasi dengan alasan yang masuk akal, akhirnya diberi izin penambahan menjadi 39 ritase truk sampah atau sekitar 109,2 ton per hari yang diizinkan dibuang ke TPA,” ujarnya di Perkantoran Pemda KBB, Senin (7/8).
Jika kondisi normal, kata dia, rata-rata sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti dari KBB, sebanyak 150 sampai 160 ton per hari dengan hitungan 45 sampai 50 ritase truk sampah per hari.
“Dari surat itu (KLHK), awalnya kami diminta untuk mengurangi pembuangan sampah ke TPA Sarimukti menjadi 32 ritase sampah dengan hitungan 92 ton per hari,” kata Dian.
Menurutnya, penumpukan sampah imbas pembatasan itu bisa saja terjadi karena sampah yang diproduksi oleh masyarakat Bandung Barat bisa sampai 700 per hari, sesuai jumlah penduduk yang mencapai 1,7 juta jiwa.
sumber : jabar.tribunnews