RMK NEWS | – Kabupaten Ciamis memiliki kesenian buhun atau lama yang masih terus dilestarikan oleh masyarakatnya. Hal itu sebagai salah satu upaya menjaga warisan leluhur. Bukan hanya untuk hiburan semata, namun juga sebagai salah satu syiar agama Islam.
Pamong Budaya Ahli Muda Disbudpora Ciamis Eman Hermansyah mengatakan, kesenian buhun yang ada di Ciamis saat ini keberadaannya masih eksis. Pemerintah pun terus berupaya untuk menjaga kelestariannya.
Kesenian buhun itu sering ditampilkan dalam kegiatan tradisi atau event tertentu. Tujuannya untuk mengenalkan kepada generasi penerus yang akan menjadi pelakunya agar terus lestari. Meski memang saat ini banyak pelaku seni yang sudah usianya sudah tua.
“Salah satu upayanya memberikan ruang pentas kesenian tradisional daerah dalam setiap event. Melakukan revitalisasi kesenian daerah. Ada beberapa kesenian tradisional buhun yang masih eksis hingga saat ini seperti Gondang Buhun, Gembyung dan lainnya,” ujar Eman, Rabu (9/8/2023).
Berikut 3 Kesenian Buhun di Ciamis yang Tetap Eksis:
Gondang Buhun
Kesenian Gondang Buhun berasal dari Kampung Adat Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis. Sebutan lain Gondang yakni nutu, ngalesu atau tutunggulan. Seni ini dihasilkan dari kombinasi ketukan pada lesung yang ditabuh dengan nyanyian.
Lesung terbuat dari kayu yang biasa digunakan pada zaman dulu untuk menumbuk padi menjadi beras. Kesenian ini biasanya ditampilkan dalam kegiatan tradisi nyuguh di Kampung Adat Kuta setiap tanggal 25 Shafar.
Kesenian tersebut biasanya dimainkan oleh kaum perempuan. Lagu-lagu yang dinyanyikan terdiri dari dua bentuk yakni dalam bentuk sekar dan tutunggulan. Untuk sekar yakni Lais, Nyipa Nyari, Layung Nangtung dan Cangkurileung. Sedangkan dalam bentuk tutunggulan seperti Ketuk, Tiulu dan Banjet.
Gondang Buhun ini juga sudah ditetapkan sebagai WBTB Indonesia pada tahun 2018 dari Provinsi Jawa Barat.
Genjring Ronyok
Kesenian Genjring Ronyok berasal dari Kecamatan Kawali. Kesenian tradisional ini erat kaitan dengan syiar Islam yang sudah turun temurun sejak dulu. Dalam pementasannya Genjring Ronyok mengiringi salawat.
Awalnya Genjring Ronyok dinamakan Genjeing Buhun Gepak Lima karena terdiri dari lima buah Genjring. Namun seiring perkembangan zaman bertambah menjadi sepuluh dengan tambahan bedug. Genjring sendiri hampir sama dengan rebana, sedangkan ronyok artinya berkerumun atau berkumpul bersama-sama.
Genjring Ronyok disebut-sebut sebagai salah satu media penyebaran Islam di Kawali dari Kesultanan Cirebon pada masa lalu. Saat ini kesenian tersebut dipentaskan dalam kegiatan keagamaan salah satunya maulid nabi.
Konon pada masa lalu, kesenian ini cukup efektif sebagai media pembinaan para generasi muda. Setiap malam kalangan anak muda bertemu di masjid, lalu memainkan Genjring secara bersama-sama ketika waktu senggang. Namun sayangnya, seiring perkembangan zaman, pemandangan itu saat ini sudah jarang ditemukan. Bahkan Genjeing Ronyok saat ini dimainkan oleh orang tua dengan usia 50 tahunan.
Gembyung
Kesenian buhun yang masih ada adalah Gembyung dari Kecamatan Panjalu. Gembyung pada masa lalu sebagai salah satu media untuk penyebaran Agama Islam. Di Panjalu, kesenian ini biasa dipentaskan dalam Tradisi Nyangku pada bulan Maulud.
Gembyung sendiri merupakan pengembangan dari terbang dari Cirebon. Kemudian dikombinasikan dengan 4 buah terbang, kendang, kulanter, gong, kempul, saron dan rebab. Konon Gembyung ini merupakan kesenian warisan dari wali.
Khusus di Kecamatan Panjalu, pemain Kesenian Gembyung tersebut berasal dari garis keturunan Prabu Hariang Kuning yang memainkannya. Jumlah pemain 11 orang dan 3 orang cadangan, 1 orang melantunkan shalawat.
Kesenian Gembyung tidak hanya mengungkapkan rasa seni, tetapi juga mengungkapkan aktualialisasi sistem religi. Gembyung juga sering ditampilkan pada kegiatan keagamaan Islam lainnya.
Sumber : Detik.Jabar